SIDOARJO | Dugaan korupsi dalam pengadaan tanah untuk SMKN Prambon, Kabupaten Sidoarjo, resmi dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur oleh Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo. Laporan ini diajukan setelah pada (27/8) lalu, KMSS melaporkan hal ini ke KPK. KMSS menemukan indikasi bahwa proses jual beli tanah untuk pembangunan SMKN Prambon tidak mengikuti prosedur dan regulasi yang berlaku.
Maygi Angga, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo, mengungkapkan bahwa pengadaan tanah seluas 21.106 meter persegi tersebut seharusnya melalui sejumlah tahapan yang ketat, mengingat penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, proses tersebut diduga tidak berjalan sesuai prosedur.
“Hari ini kami ke Kejati Jatim melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang kami duga dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo. Kami menemukan adanya kerugian negara kurang lebih 13 M,” papar Angga saat dikonfirmasi setelah melaporkan laporan dugaan korupsi tersebut ke Kejati Jatim. Rabu (6/11) siang.
Berdasar pada nomor berkas pelaporan 24.011/L.P/DLF/XI/2024 yang telah diterima Kejati Jatim tersebut, lanjut Angga, berkas pelaporan akan dicek dan akan segera dihubungi kembali oleh pihak Kejati Jatim.
“Pengadaan tanah untuk SMKN Prambon ini seharusnya melalui beberapa tahapan yang harus dipenuhi ketika menggunakan dana APBD. Namun, pengadaan lahan tersebut tidak dilakukan sesuai prosedur,” imbuhnya.
Sementara itu, kuasa hukum KMSS dari Defirmasi Law Firm Eko Prastian yang hadir mendampingi KMSS menyebutkan bahwa dalam surat pelaporannya, ada tiga terlapor utama yang diduga terlibat dalam kasus ini: seorang pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berinisial TA, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo berinisial K, dan seorang pengusaha berinisial SAS.
Selain itu Eko memaparkan bahwa, pengusaha SAS membeli tanah dari petani Gogol setempat dengan harga sangat murah sebelum kemudian menjualnya kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 2023, SAS membeli tanah tersebut seharga Rp 581.491 per meter persegi, dengan total nilai Rp 12,27 miliar. Tanah tersebut kemudian dijual kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga Rp 1.208.500 per meter persegi, dengan total Rp 25,49 miliar.
“Untuk pengadaan lahan fasilitas umum seperti SMKN Prambon, negara seharusnya hanya membutuhkan anggaran sekitar 12 hingga 15 miliar. Namun, dengan adanya oknum-oknum ini, negara mengalami kerugian signifikan,” ujar Eko.
Eko juga menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi ini semakin kuat karena proses pengadaan lahan tersebut diduga tidak memiliki perencanaan dan penetapan lokasi yang jelas. “Seharusnya ada Penetapan Lokasi (Panlok) yang transparan dan diketahui masyarakat. Lebih parahnya lagi, Dinas Pendidikan Sidoarjo diduga tidak menggunakan tim appraisal tanah, sehingga transaksi jual-beli dilakukan secara umum tanpa mekanisme yang sesuai,” ungkapnya.
Terkait dengan keterlibatan oknum anggota DPRD berinisial K, Eko menyatakan bahwa K diduga berperan sebagai makelar tanah dalam kasus ini. “Sampai saat ini, rencana pembangunan SMKN Prambon belum terealisasi, dan legalitas tanah tersebut masih diragukan karena ada indikasi sengketa dengan pihak lain,” pungkas Eko.