SURABAYA | Kasus hukum yang menimpa Indah Tri Ningsihtias akhirnya mencapai babak akhir. Di ruang sidang Pengadilan Negeri Surabaya, wanita yang mengaku sebagai istri kedua almarhum Buddy Santoso Irawan ini dijatuhi hukuman penjara selama lima bulan.
Keputusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Khadwanto yang menyatakan bahwa Indah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas penggunaan akta nikah palsu, sebuah tindakan yang diakui telah merugikan orang lain secara material dan moral.
Majelis hakim menilai, tindakan Indah melampaui batas kewajaran ketika ia memanfaatkan akta nikah palsu itu sebagai landasan hukum untuk mengurus harta warisan dan mencairkan tabungan almarhum mantan suaminya di bank.
Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa akta nikah yang diajukan Indah sebagai bukti status pernikahannya dengan Buddy ternyata tidak pernah diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan STM Hilir, Deli Serdang, Sumatera Utara. Dengan kata lain, akta tersebut tidak sah dan menjadikan status pernikahan antara Indah dan Buddy dinilai sebagai pernikahan fiktif di mata hukum.
Dalam persidangan, hakim juga mengungkapkan bahwa Indah pernah mengajukan permohonan waris ke Pengadilan Agama Surabaya dengan akta nikah palsu sebagai dasar pengajuan. Tidak hanya itu, ia juga berhasil mencairkan dana sebesar Rp 50 juta dari rekening almarhum Buddy menggunakan dokumen yang tidak sah tersebut.
Meskipun tuntutan awal dari Jaksa Penuntut Umum Herlambang Adhi Nugroho adalah sembilan bulan penjara, hakim akhirnya memutuskan hukuman yang lebih ringan, yaitu lima bulan penjara.
Menerima putusan ini, baik terdakwa maupun jaksa tidak mengajukan keberatan. Indah sendiri dalam pembelaannya sempat mengungkapkan bahwa ia dinikahi Buddy pada 14 Mei 2014 di Sumatera Utara dan telah dikaruniai tiga anak dari pernikahan tersebut. Namun, fakta hukum yang terungkap di persidangan membuktikan sebaliknya, bahwa pernikahan tersebut tidak diakui secara hukum.
Putusan ini mengingatkan bahwa penggunaan dokumen palsu untuk tujuan pribadi maupun pengurusan hak waris adalah tindakan yang melanggar hukum dan dapat berdampak pada kerugian bagi orang lain. Kasus Indah Tri Ningsihtias ini menjadi contoh bahwa penegakan hukum tetap berlaku secara adil dan tegas terhadap segala tindakan yang menyalahi aturan, terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan akta otentik.