Kisah di Balik Kasus Penelantaran Bayi di Surabaya, Endingnya Mengharukan

SURABAYA | Pada suatu malam yang tenang di tanggal 16 Juli 2024, jalanan kota Surabaya menjadi saksi bisu dari sebuah keputusan yang mengubah nasib seorang bayi tak berdosa. Gabriel Gaby Fitriani, seorang bayi perempuan berusia tiga bulan, ditemukan terlantar di teras rumah Jl. Bratang Gede Gg. 2 No. 14 A, Surabaya. Di samping tubuh mungilnya, terdapat tas Alfamart yang berisi pampers, susu bubuk, dan sebuah pesan penuh harap.

Bayi tersebut bukanlah anak yatim piatu. Ia adalah putri dari pasangan muda, Muhammad Haviv Setiadi dan Nuril Afiyah, yang sejak tahun 2023 tinggal bersama di sebuah kos di Jl. Prada Kali Kendal. Meskipun menjalin hubungan asmara, mereka belum menikah secara resmi. Pada 28 April 2024, Nuril melahirkan Gabriel di RSIA NUN Surabaya. Namun, karena tekanan sosial dan ekonomi, pasangan ini membuat keputusan berat yaitu meninggalkan anak mereka.

Kondisi ekonomi keluarga tersebut memang sedang tidak menentu. Haviv kehilangan pekerjaannya di McDonald karena PHK massal, sementara Nuril yang bekerja di klinik anak berkebutuhan khusus hanya mendapatkan Rp900.000 setelah cuti melahirkan. Dengan penghasilan minim, mereka kesulitan memenuhi kebutuhan dasar Gabriel, termasuk susu dan imunisasi.

Pada malam itu, sekitar pukul 02.30 WIB, Haviv dan Nuril meninggalkan kos mereka dengan mengendarai sepeda motor, membawa Gabriel yang terbungkus selimut. Mereka menuju rumah bibi Haviv, Joeari Ira Agutin, yang tinggal bersama ibu kandung Haviv, Purnomowati. Gabriel diletakkan di depan pintu, bersama dengan tas dan pesan penuh harapan agar bayi itu dirawat seperti anak sendiri.

Namun, keputusan itu menimbulkan kehebohan. Joeari, yang menemukan bayi tersebut, segera melaporkan penemuan ini ke RT setempat. Pihak kepolisian dan Satpol PP pun datang menindaklanjuti laporan. Dalam pengembangan kasus, terungkap bahwa bayi Gabriel adalah anak dari Haviv dan Nuril. Keduanya segera diamankan oleh pihak berwenang.

Baca Juga  Mantan Direktur PT Tanjung Alam Sentosa, Wasito Nawikartha Putra Dituntut 1 Tahun Penjara

Setelah mengetahui kenyataan ini, Joeari mencabut laporannya pada 6 Agustus 2024, dan kini Gabriel dirawat oleh Joeari bersama Purnomowati. Namun, dampak hukum tak dapat dihindari. Haviv dan Nuril harus menghadapi dakwaan Pasal 77 B jo Pasal 76 B UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 305 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Meski demikian, secercah harapan muncul ketika proses hukum ini berakhir dengan restorative justice di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Dengan adanya perdamaian keluarga, serta hubungan kekerabatan antara para pelaku dan pelapor, upaya untuk menempuh jalan damai akhirnya terwujud.

Kejari Surabaya melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Ali Prakosa menuturkan, bahwa keadilan restoratif yang difasilitasi oleh pihaknya ini tak hanya bagi para pelaku, tetapi juga untuk kepentingan terbaik anak yang menjadi korban.

“Penerapan keadilan restoratif kepada Haviv dan Nuril berdasarkan surat perintah proses perdamaian (RJ-1), tertanggal 5 September 2024,” tutur Ali Prakosa usai acara di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Kamis (5/9/24).

Dengan adanya penerapan RJ ini, sambung Ali, Kejari Surabaya telah berhasil membuktikan bahwa setiap masalah memiliki ruang untuk penyelesaian yang berlandaskan kemanusiaan, di mana korban dan pelaku dapat berdamai demi masa depan yang lebih baik.

“Kasus ini juga mengajarkan kepada kita semua, terutama generasi muda, bahwa menghadapi masalah dengan keterbukaan, terutama kepada keluarga, dapat mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti ini. Tanggung jawab dan komunikasi adalah kunci utama dalam menjalani hidup bersama,” tandasnya.