SIDOARJO|Dugaan korupsi dalam pengadaan tanah untuk SMKN Prambon, Kabupaten Sidoarjo, resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo. Laporan ini diajukan setelah ditemukan indikasi bahwa proses jual beli tanah untuk pembangunan SMKN Prambon tidak mengikuti prosedur dan regulasi yang berlaku.
Eko Prastian, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo, mengungkapkan bahwa pengadaan tanah seluas 21.106 meter persegi tersebut seharusnya melalui sejumlah tahapan yang ketat, mengingat penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, proses tersebut diduga tidak berjalan sesuai prosedur.
“Pengadaan tanah untuk SMKN Prambon ini seharusnya melalui beberapa tahapan yang harus dipenuhi ketika menggunakan dana APBD. Namun, pengadaan lahan tersebut tidak dilakukan sesuai prosedur,” kata Eko dalam konferensi pers yang digelar di Perumahan Mentari Bumi Sejahtera, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Rabu (28/8/2024).
Dalam laporannya ke KPK, Eko menyebutkan tiga terlapor utama yang diduga terlibat dalam kasus ini: seorang pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berinisial TA, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo berinisial K, dan seorang pengusaha berinisial SAS.
Menurut Eko, pengusaha SAS membeli tanah dari petani Gogol setempat dengan harga sangat murah sebelum kemudian menjualnya kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 2023, SAS membeli tanah tersebut seharga Rp 581.491 per meter persegi, dengan total nilai Rp 12,27 miliar. Tanah tersebut kemudian dijual kembali kepada Dinas Pendidikan Sidoarjo dengan harga Rp 1.208.500 per meter persegi, dengan total Rp 25,49 miliar.
“Untuk pengadaan lahan fasilitas umum seperti SMKN Prambon, negara seharusnya hanya membutuhkan anggaran sekitar 12 hingga 15 miliar. Namun, dengan adanya oknum-oknum ini, negara mengalami kerugian signifikan,” ujar Eko.
Eko juga menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi ini semakin kuat karena proses pengadaan lahan tersebut diduga tidak memiliki perencanaan dan penetapan lokasi yang jelas. “Seharusnya ada Penetapan Lokasi (Panlok) yang transparan dan diketahui masyarakat. Lebih parahnya lagi, Dinas Pendidikan Sidoarjo diduga tidak menggunakan tim appraisal tanah, sehingga transaksi jual-beli dilakukan secara umum tanpa mekanisme yang sesuai,” ungkapnya.
Terkait dengan keterlibatan oknum anggota DPRD berinisial K, Eko menyatakan bahwa K diduga berperan sebagai makelar tanah dalam kasus ini. “Sampai saat ini, rencana pembangunan SMKN Prambon belum terealisasi, dan legalitas tanah tersebut masih diragukan karena ada indikasi sengketa dengan pihak lain,” pungkas Eko.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi yang melibatkan pengadaan tanah di Indonesia, dan kini menjadi perhatian serius KPK untuk segera ditindaklanjuti.