Peredaran Sabu dari Balik Jeruji Terjadi Lagi, Jejak Narkoba dari Lapas Ngawi

SURABAYA | Kasus peredaran narkotika yang menyeret Roland Jay Ario, seorang warga Sidoarjo, mengungkap fakta mengejutkan. Rupanya barang bukti sabu yang diedarkan terdakwa berasal dari seorang narapidana di Lapas Ngawi. Hal ini kembali menyoroti persoalan lama, yaitu bagaimana lembaga pemasyarakatan justru kerap menjadi pusat kendali peredaran narkoba.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka Putri Fadhila dari Kejari Tanjung Perak Surabaya. Awal mula kasus ini terjadi ketika Roland menghubungi Moch Samsudin, narapidana yang menjalani hukuman di Lapas Ngawi.

“Terdakwa bermaksud membeli dua gram narkotika jenis sabu senilai Rp1,8 juta kepada Samsudin, narapidana di Lapas Ngawi,” kata JPU Eka saat membacakan surat dakwaannya.

Komunikasi antara keduanya berlangsung melalui media sosial Facebook yang kemudian berlanjut ke WhatsApp. Transaksi pun disepakati dengan sistem “ranjau”, di mana sabu ditinggalkan di lokasi tertentu untuk diambil oleh Roland. ““Terdakwa mengambil ranjauan tersebut yang dibungkus isolasi warna kuning dan ditaruh di pot bunga depan rumah di daerah Parengan Krian Sidoarjo, lalu terdakwa kembali ke kosnya,”beber Eka.

Lebih lanjut Eka menjelaskan, bahwa barang haram itu kemudian dibagi oleh Roland menjadi paket-paket kecil sebelum akhirnya dijual kembali. Aktivitasnya terhenti setelah tim Satresnarkoba Polrestabes Surabaya menangkapnya di tempat kosnya di Krian, Sidoarjo, dengan barang bukti sabu siap edar.

“Polisi mengamankan barang bukti berupa 5 kantong plastik berisikan kristal warna putih (sabbu)dengan berat netto kesuluruhan 0,7 gram, dengan masing-masing 0,275, 0,120, 0,110, 0,080, 0,115 gram,1 buah HP Samsung warna hitam, 2 timbangan elektrik, 2 kantong plastik klip, 1 sepeda motor honda beat warna hitam,” jelasnya.

Kini agenda sidang telah memasuki pada tahapan penuntutan. Roland dinyatakan JPU EKa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Baca Juga  Kepruk Tamu Pakai Botol Miras, LC Arjuna Bravo Dilaporkan Polisi

“Menuntut, memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa Roland Jay Ario dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan,” kata JPU, Senin (2/12/24).

Untuk diketahui, kasus ini bukan pertama kalinya mengungkap keterlibatan narapidana dalam jaringan peredaran narkoba. Dalam banyak kasus, narapidana memanfaatkan perangkat komunikasi ilegal untuk mengendalikan distribusi narkotika dari balik jeruji. Para pelaku sering bekerja sama dengan pihak luar, memanfaatkan celah dalam pengawasan.

Dugaan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan teknologi di dalam lapas menjadi faktor utama yang memungkinkan narapidana tetap aktif dalam jaringan narkotika. Padahal, secara aturan, narapidana dilarang keras memiliki akses terhadap alat komunikasi tanpa izin resmi.

Kejadian ini memicu keprihatinan publik terhadap upaya pemberantasan narkotika yang seharusnya berjalan lebih ketat, terutama di lembaga pemasyarakatan. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem pengawasan di dalam lapas, termasuk penerapan teknologi seperti pemblokiran sinyal telekomunikasi dan peningkatan jumlah personel keamanan.