Surabaya – Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya melaksanakan rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice) terhadap lima perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Kegiatan tersebut digelar di Balai Rehabilitasi NAPZA ”Mitra Adhyaksa” Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Kota Surabaya.
Dalam lima perkara tersebut terdapat 6 orang tersangka. Mereka yaitu Mochamad Mochtadi Bin H. Hasan Sujati, Faisal Akbar Pratama Bin Indra Basuki, Moch. Nur Fauzy Bin Moch. Safi’i, Budiyono Bin Wagiran, Arvie Riswandi Bin Boeang Kasdiono dan Fatkurrohman Hakim Bin Poniran.
Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Surabaya, Ali Prakosa, pelaksanaan rehabilitasi melalui proses hukum ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi.
“Tentunya dengan pendekatan Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan asas dominitus litis jaksa,” tutur Ali Prakosa, Kamis (27/4/2023)
Sebelum dilakukan pelaksanaan rehabilitasi ini, terang Ali, Penuntut Umum pada Kejari Surabaya telah melakukan penelitian terhadap berkas perkara para tersangka. Dimana dari hasil penelitian tersebut, dinilai telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan rehabilitasi menurut hukum.
“Syarat yang telah dipenuhi tersebut antara lain hasil pemeriksaan laboratorium forensik positif mengandung narkotika, tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika, pengguna terkahir (end user). Selain itu pada saat ditangkap tidak ditemukan barang bukti narkotika atau barang bukti narkotika tidak melebihi pemakaian 1 hari,” terang Ali.
Lebih lanjut Ali menjelaskan bahwa berdasarkan asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu, korban penyalahguna atau penyalahguna narkotika, apabila tidak pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali. Dimana harus didukung dengan surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
“Selain itu juga adanya surat jaminan dari pihak keluarga tersangka untuk bersedia menjalani rehabilitasi melalui proses hukum,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, sambung Ali, maka Penuntut Umum pada Kejari Surabaya mengajukan paparan (ekspose) dengan pimpinan dengan kesimpulan bahwa terhadap 6 (enam) tersangka tersebut dapat dilakukan rehabilitasi melalui proses hukum dalam jangka waktu selama 3 (tiga) bulan. Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melaui rehabilitasi pada tahap Penuntutan.
“Jadi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi merupakan mekanisme yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restoratif, dengan semangat untuk memulihkan keadaan semula yang dilakukan dengan memulihkan pelaku pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime,” sambungnya.
Tak hanya itu, dengan mekanisme tersebut juga dapat memberikan kemanfaatan (doelmatigheid), mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, sebagai pelaksanaan asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) serta pemulihan terhadap pelaku.
“Sehingga dapat terwujud kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, serta keadilan yang hidup dalam masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, untuk pelaksanaan rehabilitasi ini dihadiri oleh Direktur dan Wakil Direktur RSJ Menur, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dan Penuntut Umum pada Kejari Surabaya, Dokter dan beberapa Tenaga Kesehatan pada RSJ Menur, serta para tersangka dan bersama keluarganya.
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja dan untuk pengulangan tindak pidana atau pelaku yang sudah pernah dihukum tidak dapat dihentikan perkaranya dengan mekanisme RJ. Diharapkan dengan dihentikannya perkara pidana melalui RJ ini, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan bermasyarakat tanpa adanya label/stigmatisasi sebagai terpidana,” tandasnya. (Jay)