Wacana Pembentukan Poros Baru PPP-Demokrat-PKS di Pilpres 2024

Jakarta – Wacana pembentukan poros baru di Pilpres 2024 semakin menguat. Salah satu yang santer terdengar adalah poros PPP-Demokrat-PKS. Poros ini digadang-gadang bakal mengusung duet Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Namun, sejumlah pengamat menilai peluang terbentuknya poros ini sangat kecil. Ada dua alasan utama yang mendasarinya.

Pertama, PPP masih berada di poros Ganjar Pranowo bersama PDIP, Hanura dan Perindo. Namun, keinginan PPP untuk menjadikan Sandi sebagai cawapres Ganjar tak kunjung mendapat kepastian.

Kedua, elektabilitas duet Sandi-AHY sangat rendah dan tak kompetitif. Berdasarkan hasil survei terbaru, elektabilitas Sandi berada di kisaran 10-12 persen, sedangkan AHY di kisaran 5-7 persen.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai pembentukan poros PPP, Demokrat, dan PKS sangat sulit. Sebabnya 2 hal. Pertama, PPP masih tegak lurus di koalisi Ganjar. Begitu pun PKS yang konsisten dengan Anies Baswedan.

“Kedua, elektabilitas duet Sandi-AHY sangat rendah dan tak kompetitif,” kata Adi, Senin (11/9/2023).

Ia menilai, Demokrat pasti lebih condong ke poros yang lebih berpeluang menang pilpres. Dan melihat kode-kodenya, Demokrat kelihatan mulai condong ke PDIP.

“Tanda-tandanya banyak dari pernyataan elite Demokrat di media,” ucap Dosen UIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Senada, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, juga melihat peluang terciptanya poros baru sangat kecil. Sebab, ketiga partai akan berhitung untuk lolos ke parlemen. Apalagi PPP yang tergolong partai dengan suara kecil dan memiliki kerjasama politik dengan PDIP.

“Maka dari itu, peluangnya kecil sekali bila PPP harus membuat poros baru dan melawan koalisi poros lainnya. Karena masih ada peluang misalnya saja Sandiaga dipilih jadi cawapres Ganjar, itu tentu menguntungkan PPP,” kata Arifki kepada Liputan6.com, Senin (11/9/2023).

Terkait Demokrat, Arifki menilai akan sulit untuk merapat ke poros Ganjar. Pertama, karena hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri. Kedua, narasi yang dimainkan Demokrat selama ini kontra pemerintah.

Sementara dengan poros Prabowo Subianto lebih mudah. Sebab, kedua partai pernah bekerjasama di 2019, walau ada unsur kecewa karena saat itu AHY tak jadi cawapres Prabowo.

“Jadi untuk merapat ke Ganjar atau Prabowo, tidak mungkin menggaransi posisi politik yang real bagi Demokrat misalnya cawapres, tapi negoisasi pasti ada hanya mungkin sebatas menteri,” ucap dia.

Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, memprediksi PPP akan realistis dengan peluangnya dan lebih memilih bertahan bersama PDIP ketimbang membentuk poros baru bersama Demokrat dan PKS.

“Saya kira banyak hal yang bisa disepakati di sana. Lalu kan posisi Sandi di PPP saya kira pendatang baru juga, artinya ya belum teruji juga bisa mendongkrak elektabilitas PPP. Saya kira Sandi di PPP jadi cawapres tidak harga mati,” kata Usep kepada Liputan6.com, Senin (11/9/2023).

Adapun PKS, kata Usep, pasti lebih memilih bertahan di Koalisi Perubahan. Sebab, PKS mendapat keuntungan besar jika tetap mengusung Anies di Pilpres.

“Jadi coattail effect dari Anies itu berpotensinya ke PKS. Sementara PKS jika mengusung yang lain, saya kira akan kehilangan potensi itu,” ucap Usep. (ted)